Minggu, 13 Desember 2009

diantara Cicak, Buaya, dan Godzila

Isu yang melanda kepolisian dan teramat krusial selain terorisme adalah betapa tidak solidnya dan tidak akurnya POLISI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mau tidak mau kosa kata binatang “cicak melawan buaya” adalah sebuah istilah yang tidak pantas digunakan dan tidak beretika, apalagi diucapkan oleh pejabat kepolisian sekelas Kombes (Pol.) Susno Duadji selaku Kabareskrim Mabes Polri. Perkara telepon dan sejumlah uang yang ada di dalamnya menjadi bahan perdebatan, bahkan di-non-aktif-kannya Bibit Samad Riyanto dan Chandra Hamzah ditengarai masih berbau permainan politis Kepolisian dan KPK. Tentu saja korupsi dan teroris sama-sama tidak kelihatan, tetapi tikus-tikus yang bergentayangan ini menyengsarakan rakyat banyak terutama mereka yang terkena imbas koruptor. Kita tentunya tak harus menjadi gila tatkala melihat beberapa nasabah Bank Century yang kehabisan akal karena bank tersebut bermasalah, dan permasalahan ini jugalah yang melandasi perseteruan KPK dan Polri. Kabinet yang dipimpin (lagi-lagi...) oleh incumbent hendaknya melihat adanya sistematika dan penegasan yang benar-benar tegas dan TIDAK TEBANG PILIH ! terhadap korupsi, diharapkan pula incumbent harus dapat mencegah munculnya skenario-skenario ‘tidak wajar’ yang ada dalam tubuh setiap lembaga penegak hukum semacam : “CICAK vs BUAYA” atau “ASMARA SEGITIGA LAPANGAN GOLF”

Penggunaan nama-nama binatang terutama reptile di media massa marak diperbincangkan berkaitan dengan wawancara penegak hukum dengan media. Kita hanya dapat menduga-duga istilah-istilah yang dipergunakan itu mengarah kemana, tetapi mestinya mereka sadar bahwa posisi saat ini sebagai pejabat publik, sehingga setiap ucapan dan gerak-geriknya akan dilihat dan perhatikan masyarakat luas dan memiliki dampak pada kepercayaan masyarakat dalam penegakan hukum di negeri ini. Dalam sebuah wawancara, sebagaimana di tulis di sebuah media cetak nasional, kita sudah dapat memastikan siapa yang dianggap cicak dan mana yang mengaku sebagai buaya. Kalau nama binatang tersebut dianggap mewakili institusi-institusi tertentu, jelas ada ketidak seimbangan dari sisi kekuatan yang dimiliki dan ada arogansi yang sangat kental serta persaingan yang sangat kuat. Apakah ini yang diamanatkan oleh Undang-undang? Tentunya tidak. Namun kalau ini benar, maka ini sangat memprihatinkan dan mengecewakan sekali.

Seperti ditulis Majalah Tempo edisi terbaru 6-12 Juli, dalam rubrik wawancara Susno menjawab pertanyaan soal pihak-pihak yang berprasangka negatif pada dia, dalam konteks isu penyadapan yang tengah hangat.
“…Jika dibandingkan, ibaratnya, di sini buaya di situ cicak. Cicak kok melawan buaya. Apakah buaya marah? Enggak, cuma menyesal. Cicaknya masih bodoh saja. Kita itu yang memintarkan, tapi kok sekian tahun nggak pinter-pinter. Dikasih kekuasaan kok malah mencari sesuatu yang nggak akan dapat apa-apa,” ujar Susno seperti dikutip dari Majalah Tempo.
Bisakah Anda jabarkan soal isu cicak dan buaya itu? “Tidak ada jabar-jabaran. Saya hanya bilang begitu, saya hanya bilang begitu. Saya tidak menyebut lawannya siapa,” ujar mantan Kapolda Jabar yang ramah kepada wartawan ini.
Dia kembali menegaskan bahwa ucapannya itu jelas-jelas tidak menunjuk suatu lembaga. “Enggak ada, terserah Anda menyebutnya siapa. Kalau Anda menyebut buayanya siapa, cicaknya siapa tanya saja sama yang menyebut. Saya tidak menyebut,” tutupnya.

Dari kutipan kutipan di atas, kalimat terakhir yang terlontar, seolah-olah Susno baru menyadari bahwa ucapan-ucapan sebelumnya ternyata mudah di tebak oleh para kuli tinta. Namun kita tahu, dia bukanlah orang bodoh dan sangat mungkin pernyataan-pernyataan itu memang di sengaja untuk memberikan warning pada sang cicak. Orang yang mendengar perkataan tersebut ataupun membaca tulisan ini, akan bertanya-tanya “ada apa antara KPK dan Kepolisian?” Dalam minggu-minggu terakhir ini, istilah cicak dan buaya muncul kembali di media eletronik maupun media cetak dengan judul lebih memprovokasi “Cicak vs Buaya”, seolah memang ada persaingan atau pertempuran dari keduanya. Namun hal ini tidak dapat disalahkan karena informasi atau berita yang sampai di masyarakat memang demikian. Kalau dibaca kutipan dibawah ini, maka kita akan memiliki opini yang sama.

Hari ini, Polisi memeriksa tiga orang Komisi Pemberantasan Korupsi. Termasuk diantaranya Kepala Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Khaidir Ramli. Mereka diperiksa terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Wakil Ketua Bidang Penindakan, Chandra M Hamzah.
“Saya dimintai keterangan oleh penyidik sesuai dengan surat panggilan disebutkan penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan CMH (Chandra M Hamzah),” kata Kepala Biro Hukum KPK, Khaidir Ramli, usai diperiksa di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (10/09) siang.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Bibit Samad Riyanto mengungkapkan saat ini polisi membidik KPK dalam dua kasus. Yakni dugaan pemerasan dan penyalahgunaan wewenang.
Kasus dugaan pemerasan ini mencuat dari testimoni Ketua KPK nonaktif Antasari Azhar. Dalam testimoninya, Antasari mengaku telah bertemu dengan Anggoro di Singapura. Dalam pertemuan itu, Anggoro mengaku telah dimintai sejumlah uang oleh oknum KPK. Anggoro menyebutkan nama pimpinan, direktur, penyidik, dan sopir KPK ikut menikmati uang itu.
Terkait kasus ini, polisi sudah menjerat satu tersangka, yakni Ari Muladi. Ari dijerat tiga pasal yaitu pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, pasal 372 KUHP tentang penggelapan, dan pasal 378 KUHP tentang penipuan.
Suap itu dilakukan karena Anggoro diduga terlibat dengan kasus Sistem Komunikasi Radio Terpadu yang saat ini tengah diusut KPK. Anggoro yang berstatus buronan itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
Sedangkan kasus dugaan penyalahgunaan wewenang itu terkait dengan pemberian cekal kepada Anggoro. KPK pada 2008 mencekal Anggoro terkait kasus dugaan suap proyek Pelabuhan Tanjung Api-Api dengan tersangka anggota dewan Yusuf Erwin Faishal.
Sementara itu seorang pejabat Polri, Komjen Pol Susno Duaji malah dibidik oleh KPK diduga terlibat dalam kasus Bank Century.
Sebelumnya, KPK mengatakan akan mengkaji keterlibatan Susno Duaji dalam kasus Bank Century.
“Kita akan kaji sindikasi apakah SD ini terlibat,” ujar Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bibit Samad Riyanto di KPK, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (9/9).

Sulit untuk tidak mengatakan tidak ada “pertarungan/persaingan” antara KPK dan kepolisian. Kebanyakan orang awam akan bingung dengan fenomena penegak hukum saat ini, masing-masing membawa benderanya dengan mengatasnamakan penegakan hukum. Padahal mestinya dibutuhkan adanya kerjasama yang baik dan kuat diantara keduanya, bukan saling menjatuhkan yang dapat menurunkan kepercayaan masyarakat. Kalau memang ini yang terjadi maka baik cicak maupun buaya, mereka bekerja bukan untuk kepentingan nasional tetapi mereka bekerja untuk kepentingan pribadi dan institusinya saja.

Perubahan Bentuk Buaya (Godzila)

“Pertarungan cicak vs buaya” baru memanas, ternyata binatang reptile lain ada tanda-tanda akan muncul. Tidak tanggung-tanggung binatang reptile ini di datangkan dari dunia fantasi/fiksi yang berasal dari Jepang. Berikut ini kutipan beritanya.
Hendarman mengeluarkan pernyataan soal Godzila itu berkaitan dengan kasus dugaan pencucian uang terkait Bank Century. Hendarman mengatakan Kejagung akan bekerja sama dengan Mabes Polri menuntaskan kasus tersebut.
“Jadi kalau kepolisian bertindak sendiri-sendiri itu kan namanya buaya. Nah kalau sudah bersama-sama dengan jaksa sudah bukan buaya lagi tetapi Godzila,” kata Hendarman kemarin.
Dalam wikipedia disebutkan, Godzila adalah sebuah monster fiksi dalam film Jepang yang telah menjadi ikon terkenal. Makhluk ini menyerupai reptil raksasa yang berukuran jauh lebih besar dibanding buaya. Selain bentuknya yang mengerikan, makhluk ini juga sering digambarkan memiliki kesukaan merusak. (12/9/2009).
ternyata Godzila merupakan perubahan dari bentuk buaya setelah di tambah kekuatan yang namanya kejaksaan maka akan berubah bentuk menjadi Godzila. Wah, … ngeri sekali daya rusaknya (lihat film Godzila).
Apa yang dapat kita harapkan dari seekor “cicak, buaya ataupun godzila” untuk membangun/menjaga bangsa ini dari para koruptor kalau mereka sendiri tidak bekerja sama dengan baik malah terkesan saling menjegal.

Tidak ada komentar: